Minggu, 06 November 2022

Jurnal Refleksi Dwimingguan Modul 1.1 Filosofi Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Secara umum, jurnal adalah sebuah tulisan yang dibuat oleh orang-orang yang ahli dalam suatu bidang. Sementara itu, Dalam Kamus Besar Bahasa indonesia kata ‘refleksi’ masuk dalam dalam kategori kelas kata benda, dan memiliki makna gerakan atau pantulan di luar kesadaran sebagai reaksi atas suatu hal atau kegiatan yang datang dari luar.

Dengan demikian maka bisa dikatakan bahwa jurnal refleksi dwimingguan adalah sebuah tulisan tentang refleksi diri setelah mengikuti sebuah kegiatan pelatihan (upgrading skill) yang ditulis secara rutin setiap dua mingguan. Dan ini sudah menjadi kewajiban yang harus dilakukan oleh para CGP (Calon Guru Penggerak) untuk membuatnya.

 

Jadi kali ini saya akan menulis mengenai refleksi saya mengenai kegiatan-kegiatan pelatihan yang sudah kami lalui, khususnya pada modul 1.1 Tentang Filosofi Pemikiran Ki Hajar Dewantara. Dalam menulis jurnal refleksi ini saya berpedoman pada model 4F, yang diprakarsai oleh Dr. Roger Greenaway, yang mencakup: 1) Fact; 2) Feeling; 3) Findings; dan 4) Future.

Fact

Secara bahasa fact bermakna fakta. Jadi pada sub bagian ini penulis akan menceritakan secara objektif tentang rangkaian peristiwa yang telah dialami selama kurang lebih dua minggu ini. Adapun beberapa rangkaian peristiwa yang menulis alami selama rentang waktu 2 minggu ini adalah:

 

  1. Bahwa daerah saya, yakni Kabupaten Rokan Hulu adalah kembali dibuka pada kesempatan Angkatan 7 ini menjadi daerah sasaran PPGP ini. Dan saya, alhamdulillah berkesempatan untuk menjadi bagian dari pada kegiatan ini. Kegiatan ini diawali dengan pembukaan yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 20 Oktober 2022 secara daring. Turut hadir pada event pembukaan secara nasional ini adalah Bapak Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Bapak Nadiem Makarim, B.A., M.B.A., Plt Dirjen GTK Kemendikbudristek , Ibu Prof. Dr. Nunuk Suryani, M.Pd, Bapak Direktur KSPSTK (Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, dan Tenaga Kependidikan), Bapak Dr. Praptono, M.Ed, Bapak Dirjend GTK Bapak Dr. Iwan Syahril, Ph.D, seluruh penyelenggara/BBGP/BGP, Calon Pengajar Praktik, Calon Guru Penggerak seluruh Indonesia yang tergabung di PGP Angkatan 7. Pada kesempatan sambutan dalam pembukaan ini, Bapak Dirjen GTK menyampaikan ‘Apapaun yang dilakukan dari hati, akan diterima pula oleh hati”. Dengan ini beliau berharap bahwa semua elemen PGP ini akan melakukan semua programnya dari hati sehingga semuanya juga akan diterima dengan setulus hati.
  2. Setelah pembukaan, maka agenda selanjutnya adalah pre-test yang dilaksanakan secara online, dan dikuti oleh semua calon peserta PPGP. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 21 Oktober 2022.
  3. Mengikuti Kegiatan Lokakarya Orientasi Program Pendidikan Guru Penggerak (PGP Angkatan 7) Kabupaten Rokan Hulu Pasir Pangaraian pada Sabtu tanggal 22 Oktober 2022, Pembukaan yang di bawakan oleh bapak dan ibu dari Balai Bahasa Provinsi Riau. Kami mendapatkan penjelasan panjang lebar mengenai PGP, mengenai LMS dan lain sebagainya. Pada kesempatan ini, alhamdulillah, juga dihadiri oleh Bapak Kepala BGP (Balai Guru Penggerak) Provinsi Riau. Sesi berikutnya dari kegiatan lokakarya ini dihandle oleh para Ibu Pengajar praktik hebat, dan kebetulan kami dibawah bimbingan Ibu PP (Pengajar Praktik) Lolia Manurizal, M.Pd.,AIFO. Kegiatan ini berlangsung sampai sore hari. Kami juga membahas tentang pembuatan dan pengumpulan beberapa LK dan tata cara pembuatan jurnal refleksi digital. 
  4. Berikutnya, pada tanggal 24 Oktober 2022, kegiatan dilanjutkan dengan materi ‘Mulai dari Diri & Eksplorasi Konsep - Mandiri. Pada tanggal 25 - 26 oktober 2022 mengikuti kegiatan Eksplorasi Konsep – Forum Diskusi. Pada bagian ini, kami sudah mulai mengerjakan tugas dengan mengisi LMS yang disediakan oleh penyelenggara PPGP.  Disini kami menjawab pertanyaan-pertanyaan refleksi kritis, diantaranya: (1) Apa yang ada Anda ketahui tentang pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD) mengenai pendidikan dan pengajaran?; (2) Apa relevansi pemikiran KHD dengan konteks pendidikan Indonesia saat ini dan konteks pendidikan di sekolah Anda secara khusus?; (3) Apakah Anda merasa sudah melaksanakan pemikiran KHD?. Dan juga pertanyaan mengenai ‘Harapan dan Ekspektasi’ kami sebagai calon guru penggerak.
  5. On the next day, kami sudah mulai bergelut dengan materi 1.1.a.4. Eksplorasi Konsep. Yakni konsep-konsep pemikiran Ki Hajar Dewantara. Kami disajikan video, tulisan-tulisan dan juga manuskrip pidato KHD pada saat penganugerahan honoris causanya di Universitas Gajah Mada. Kami membaca, memahami dan menganalisis semua konsep-konsep pemikiran KHD khususnya dalam hal pendidikan. Kegiatan pendalaman materi ini juga merupakan sesi persiapan agar kita sudah cukup punya pemahaman untuk melaksanakan rangkaian kegiatan berikutnya.
  6. Rangkaian kegiatan berikutnya adalah Forum diskusi. Pada kesempatan ini kami mengikuti sesi diskusi seru sesama semua CGP Angkatan 7 yang dipandu oleh Ibu Fasilitator yang hebat, yakni Ibu Insiati, S.Pd.I. Kami mendiskusikan tentang konsep pemikiran KHD yang sebelumnya kami pelajari. 
  7. Tepat pada hari Kamis, tanggal 27 Oktober 2022 kami mengikuti RuKol 1 (Ruang Kolaborasi) 1. Sesi ini dijalankan dengan diskusi dalam kelompok-kelompok kecil antara 5 - 6 orang peserta tiap kelompok. Kami berdiskusi mengenai implementasi konsep pemikiran KHD dalam mengangkat tema-tema kedaerahan (budaya lokal). Saya, pada kesempatan ini, tergabung di kelompok B1 dan mengangkat tema tentang ‘Seni Celempong sebagai salah satu warisan budaya “ salah satu budaya melayu dengan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal. Sementara itu, kelompok B2, membahas tentang budaya ‘Permainan Gasing’.
  8. Hari berikutnya, Jum’at tanggal 28 Oktober 2022 adalah tugas kami untuk mengikuti RuKol (Ruang Kolaborasi) 2, yang akan diisi dengan presentasi masing-masing kelompok mengenai hasil diskusi kelompok sehari sebelumnya. Pada kesempatan ini, kami masing-masing, antara kelompok, saling mengkritisi. Masing keompok saling mengajukan pertanyaan-pertanyaan, ide-ide dan lain sebagainya. Dengan kegiatan ini kami menemukan apa-apa dan bagaimana kita akan bisa mengimplementasikan ‘Seni Celempong sebagai salah satu warisan budaya” dan ‘Permainan Gasing’ ke dalam kelas pembelajaran kita.
  9. Lalu hari-hari berikutnya adalah hari-hari menuntaskan tagihan-tagihan tugas mengisi LMS, seperti: 1) Tugas demonstrasi kontekstual; 2) Tugas elaborasi pemahaman/koneksi antar materi, yang kami tuangkan dalam bentuk video di youtobe, dengan link https://youtu.be/CLZ_yoMpuCY, https://youtu.be/Epo6PFBoACQ  ; 3) Aksi nyata, dan; 4) Jurnal refleksi dua mingguan yang ini.

Feeling

Feeling secara harfiah bermakna perasaan. Jadi selama kurang lebih dua minggu mengikuti program PGP ini, banyak sekali hal yang saya rasakan. Haru, senang, galau, bahagia, semua bercampur baur menjadi satu dan konvergen dengan keinginan dan tekad yang kuat untuk dapat menyelesaikan Program Guru Penggerak ini. Dengan kegiatan ini kami dipertemukan dengan orang-orang hebat dan pilihan, karena untuk menjadi bagian dari PGP ini orang harus melewati serangkaian kegiatan, ujian dan lain sebagainya yang tidak cukup mudah. Mereka para orang hebat tersebut adalah, para fasilitator, pengajar praktik dan juga semua rekan-rekan CGP.

Dari keseluruhan rangkaian modul, tagihan dan tugas-tugas yang ada di dalam LMS ini membuat saya menyadari bahwa apa yang saya miliki dan pahami tentang Pendidikan ini masih sangat jauh dari apa yang diharapkan dengan tujuan konsep pemikiran Ki Hajar Dewantara. 

Betapa KHD menerangkan bahwa kita harus memanusiakan manusia, memerdekakan manusia, kita harus menuntun sehingga murid dapat bertumbuh dan berkembang secara optimal dengan segala kodratnya (baik kodrat alam, maupun kodrat zamannya) sehingga para siswa kelak dapat mencapai kebahagiaan yang setinggi-tinggi nya, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat.

Finding

Banyak hal yang saya temukan dalam modul 1.1 ini, utamanya mengenai konsep konsep pemikiran KHD dalam dunia pendidikan. Diantaranya adalah sebagai berikut:

Syarat-Syarat Pengetahuan

Pendidikan yang teratur yaitu pendidikan yang berdasarkan pada pengetahuan, yang dinamakan “Ilmu Pendidikan”. Ilmu ini tidak berdiri sendiri, akan tetapi masih berhubungan ilmu-ilmu lainnya, yang dinamakan ilmu syarat-syarat pendidikan (hulpwetenschappen), yang terbagi menjajdi 5 jenis, yaitu: 1. Ilmu hidup batin manusia (ilmu jiwa, psychologie); 2. Ilmu hidup jasmani manusia (fysiologie); 3. Ilmu keadaan atau kesopanan (etika atau moral); 4. Ilmu keindahan atau ketertiban-lahir (estetika); 5. Ilmu tambo Pendidikan (ikhtisar cara-cara Pendidikan).

Peralatan Pendidikan 

Yang dimaksud dengan ‘peralatan’ adalah alat-alat pokok, yakni caracara mendidik. Perlu diketahui bahwa cara-cara mendidik beragam banyaknya, akan tetapi pada dasarnya cara tersebut dapat dibagi seperti berikut: 1. Memberi contoh (voorbeld); 2. Pembiasaan (pakulinan, gewoontervorming) 3. Pengajaran (wulang-wuruk, leering) 4. Perintah, paksaan dan hukuman (regearing en tucht); 5. Tindakan (laku, zelfberheersching, zelfdiscipline); 6. Pengalaman lahir dan batin (nglakoni, ngrasa, beleving).

Tentang Akulturasi

Soal akulturasi yang telah kita masukan dalam rangkain asas-asas ke-Tamansiswaan-an. Yaitu “Asas Tri-con” yang mengajarkan, bahwa di dalam pertukaran kebudayaan dengan dunia luar harus kontinuitet dengan alam kebudayaannya sendiri, lalu konvergensi dengan kebudayaan-kebudayaan lain yang ada, dan akhirnya jika kita sudah bersatu dalam alam universal, kita bersama mewujudkan persatuan dunia dan manusia yang konsentris. Konsentris berarti bertitik pusat satu dengan alam-alam kebudayaan sedunia, tetapi masih memiliki garis lingkaran sendiri-sendiri. Inilah suatu bentuk dari sifat “Bhineka Tunggal Ika”.

Dan tentu saja, yang paling fenomenal adalah reaktualisasi konsep “Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, dan Tut wuri handayani”. Yang memiliki makna: Di depan atau sebagai guru mampu memberikan contoh dan teladan yang baik, di tengah-tengah murid mampu membangun kehendak, keinginan, dan atau ide, serta jika dibelakang mereka (para murid) maka kita bisa memberikan tenaga dan dorongan kepada kemajuan mereka.

Future

Dalam bahasa inggris, future bermakna masa yang akan datang. Jadi ini terkait planning atau rencana kedepan bagaimana supaya lebih baik dengan berpijak pada pengalaman-pengalaman dan hasil refleksi ini. Kedepannya, saya akan berusaha untuk mengaplikasikannya konsep-konsep KHD ini secara langsung. Mulai dari diri, kemudian ke kelas-kelas yang saya ajar, dan lebih lanjut, kepada keseluruhan murid di sekolah saya. Dan tentu tidak lupa kepada seluruh warga dan masyarakat. Yakni konkritnya saya akan 1) selalu refleksi dan intropeksi diri sebagai pendidik; 2) melaksanakan pembelajaran yang berpihak pada siswa; 3) berperan sebagai pamong yang siap ngemong dalam pembelajaran; dan 4) membuat suasana pembelajaran yang menyenangkan.

Demikian tulisan sederhana saya ini, semoga bermanfaat salam bahagia.

 

Sabtu, 05 November 2022

1.1.a.8. Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Modul 1.1

 

Assalamualaikum Wr Wb.

Perkenalkan, nama saya Eka Fitriani, S.Pd. Saya adalah calon guru penggerak angkatan 7 dari SD LKMD KABUN -RIAU. Pada kesempatan ini saya akan menyampaikan kesimpulan dan refleksi terhadap materi modul 1.1 tentang pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara.

Seperti yang kita ketahui, Ki Hajar Dewantara adalah Bapak Pendidikan Indonesia yang lahir pada tanggal 2 Mei 1889. Pemikiran-pemikiran beliau tentang pendidikan, seperti misalnya semboyan Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani sedikit banyak mempengaruhi perkembangan pemikiran pendidikan di Indonesia sejak dulu hingga kini.

Apa yang Anda percaya tentang murid dan pembelajaran di kelas sebelum Anda  mempelajari modul 1.1?

Sebelum mempelajari modul 1.1 mengenai Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional – Ki Hajar Dewantara.

Pembelajaran yang diberikan hanya sebatas transfer ilmu peran saya sebagai guru lebih dominan dibandingkan murid atau yang dinamakan teacher centered learning saya menuntut murid harus menguasai semua materi ajar yang saya berikan.

Sebelum mempelajari modul ini saya berpikir bahwa saya sudah berhasil menyelenggarakan pembelajaran sesuai tuntutan kurikulum hal ini dapat dilihat lebih dari setengah siswa saya selalu mengirim tugas tepat waktu, mereka tidak pernah mengeluh dengan tugas yang saya berikan.

 Sebelum mempelajari modul ini saya sering mengeluh dengan siswa yang nilainya rendah, saya sering mengatakan siswa saya pemalas karena soal-soal evaluasi yang saya berikan menurut saya mudah tidak bisa mereka kerjakan

Sebelum mempelajari modul ini saya juga lebih mementingkan aspek kognitif dibandingkan aspek keterampilan dan sikap. saya berpikir bahwa nilai seluruh siswa harus dapat mencapai minimal kkm 

Apa yang berubah dari pemikiran atau perilaku saya setelah mempelajari modul ini? 

Saya menyadari kesalahan saya selama ini, saya memandang siswa sebagai objek seharusnya merekalah subjek dalam pembelajaran. siswa yang seharusnya memegang kendali dalam pembelajaran, guru hanya sebagai fasilitator dengan segala ketulusan hati menyayangi siswa dan menerapkan student center learning sehingga terwujudnya merdeka belajar pada siswa.

Berusaha memberi keselamatan dan kebahagian kepada siswa baik lahir maupun batinnya. sesuai dengan tujuan filosofi Ki Hajar Dewantara. menerapkan sistem among di kelas artinya metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh. setiap anak memiliki keunikan dan keistimewaan masing-masing dari itu saya sebagai guru harus memahami siswa sesuai bakat dan minat yang dimilikinya.

DUNIA ANAK ADALAH PERMAINAN SEHINGGA PEMBELAJARAN HARUS MENYENANGKAN

 Tidak hanya aspek kognitif yang dibutuhkan siswa tetapi aspek afektif dan psikomotor pun harus seimbang

Apa yang dapat segera saya terapkan lebih baik agar kelas saya mencerminkan pemikiran KHD?

Membuat kesepakatan kelas bersama siswa agar mereka bertanggung jawab dan berkomitmen melaksanakan tata tertib kelas yang telah mereka tentukan

 Menerapkan pembelajaran student center learning dimana siswa bebas menentukan cara belajarnya sendiri dengan tetap beracuan pada kurikulum

Melatih kecakapan abad 21 untuk siswa Critical thinking, creativity,communication, dan collaboration. dengan memerdekakan anak, mereka dapat berpikir kritis, dengan berkolaborasi atau berdiskusi anak dapat mengungkapkan pendapatnya dan menghargai pendapat orang lain, dan pada akhirnya anak dapat menghasilkan kreativitas tertentu tanpa adanya paksaan belaajar.

guru sebagai orang tua di sekolah, Mengayomi siswa, memberi kasih sayang, Mengajarkan budi pekerti 

Semoga guru-guru dapat menerapkan pemikiran ki hajar dewantara di kelasnya agar menciptakan generasi hebat dan luar biasa. 

Kamis, 03 November 2022

Bagaimana meningkatkan partisipasi belajar menggunakan metode role playing pada pembelajaran IPS di kelas V SD Negeri 04 Salo?”

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

 

A.           Latar Belakang Masalah

 

Peningkatan kualitas proses pembelajaran merupakan suatu proses yang harus dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Proses   pembelajaran merupakan suatu proses dimana semua potensi yang dimiliki oleh peserta didik dikembangkan oleh guru. Peran guru apalagi untuk siswa sekolah dasar tidak bisa tergantikan oleh perangkat lain. Siswa memerlukan  guru karena siswa adalah organisme yang sedang berkembang yang memerlukan bimbingan dan bantuan orang dewasa (Wina Sanjaya, 2006: 52).

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Dwi Siswoyo, dkk (2008: 44), di dalam komponen pendidikan ada tiga unsur sentral dalam upaya pendidikan. Tiga unsur sentral tersebut adalah pendidik atau guru, peserta didik atau siswa dan tujuan pendidikan. Proses pendidikan akan terjadi bila ketiga unsur tersebut saling berhubungan secara fungsional dalam satu kesatuan yang padu. Oleh karena itu, guru sebagai salah satu unsur sentral dalam pendidikan memiliki peran penting dalam proses pembelajaran untuk mengantarkan siswa kepada tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

Oemar Hamalik (2001: 171) mengemukakan bahwa pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas  sendiri.  Artinya  pembelajaran  yang  efektif  memerlukan  keterlibatan siswa di dalamnya. Siswa ditempatkan sebagai subjek didik, sebagai subjek didik siswa harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Siswa tidak hanya bertugas menerima segala macam informasi, tetapi siswa harus berusaha mendapatkan dan memperoleh informasi dengan usahanya sendiri.


Siswa yang berusaha mengalami dan berbuat selama pembelajaran dapat membentuk   pola   pengetahuan   yang   lebih   bermakna   bagi   siswa.   Dengan melibatkan siswa secara aktif maka proses pembelajaran telah dirancang untuk mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor siswa. Selain itu tanpa adanya partisipasi belajar dari siswa, proses belajar tidak mungkin berlangsung dengan baik karena proses belajar melibatkan interaksi antara peserta didik dan pendidik. Dengan kata lain partisipasi belajar siswa merupakan salah satu prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru dalam proses pembelajaran.

Tugas dan tanggung jawab utama seorang guru atau pengajar adalah mengelola pengajaran  dengan  lebih  efektif, dinamis,  efisien, dan  positif  yang ditandai dengan adanya kesadaran dan keterlibatan aktif diantara dua subjek pengajaran, guru sebagai penginisiatif awal dan pengarah serta pembimbing, sedang peserta didik sebagai yang mengalami dan terlibat aktif untuk memperoleh perubahan diri dalam pengajaran (Ahmad Rohani, 2004: 1).

Oleh  karena  itu,  upaya  peningkatan  partisipasi  belajar  dapat  diterapkan dalam semua mata pelajaran yang diajarkan kepada peserta didik, tidak terkecuali dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.  Etin Solihatin & Raharjo ( 2009:15) menjelaskan pada dasarnya tujuan pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai bakat, minat, kemampuan, dan lingkungannya, serta berbagai bekal siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Artinya pola pembelajaran IPS  lebih menekankan pada upaya pembekalan peserta didik, pembelajaran IPS bukan semata-mata hanya menghafal sejumlah konsep saja, melainkan terletak pada upaya agar apa yang telah dipelajari oleh peserta didik dapat menjadi bekal bagi dirinya untuk menjalani kehidupan bermasyarakat.

 

 

Berdasarkan      pengamatan   yang   dilakukan   peneliti  dalam   pembelajaran IPS pada siswa kelas V SD Negeri 04 Salo, siswa   kurang   memiliki   partisipasi   belajar   selama   proses   pembelajaran berlangsung.  Kondisi pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang merangsang partisipasi belajar siswa. Hal ini dapat diamati dari aktivitas siswa yang   ramai sendiri ketika guru menjelaskan materi di depan kelas, siswa mengobrol dengan teman sebangku, dan siswa sibuk dengan aktivitas lain selama pembelajaran. Pada saat guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya, banyak siswa yang diam. Ketika guru bertanya kepada siswa, hanya ada beberapa siswa yang menjawab atau memberikan tanggapan, hal ini menunjukkan kurangnya respons yang diberikan siswa terhadap pembelajaran IPS yang sedang berlangsung.

Selama mengamati proses pembelajaran di kelas V SD Negeri 04 Salo, guru berfokus menggunakan buku paket (text book) sebagai sumber utama belajar bagi siswa selama pembelajaran IPS. Ketika guru memulai pembelajaran siswa diminta untuk membaca dan mempelajari materi dari buku paket IPS masing- masing siswa. Setelah itu guru menjelaskan di depan kelas dan siswa menyimak sambil mendengarkan informasi atau pengetahuan yang diberikan guru. Hal ini menjadikan kondisi pembelajaran menjadi tidak proposional, guru aktif   tetapi sebaliknya siswa menjadi pasif. Interaksi dalam proses pembelajaran lebih bersifat satu arah karena belum adanya hubungan timbal balik antara guru dan peserta didik. 

Guru sebagai pemegang kendali dalam kelas tentunya memiliki pemikiran dan tindakan yang nyata untuk meningkatkan partisipasi belajar siswa. Dengan adanya keterlibatan siswa secara langsung selama pembelajaran IPS diharapkan pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa, proses belajar tidak hanya sekedar transfer konsep saja atau hafalan. Saat siswa memiliki aktivitas jasmani maka aktivitas psikisnya akan tumbuh dengan sendirinya. Atas dasar kondisi pembelajaran IPS di kelas V SD Negeri 04 Salo yang menunjukkan masih kurangnya partisipasi belajar siswa selama proses pembelajaran IPS maka diperlukan  suatu  usaha  untuk  meningkatkan  partisipasi  belajar  dalam pembelajaran IPS.

Pemahaman dan pengetahuan  guru tentang metode-metode pembelajaran dapat digunakan sebagai usaha perbaikan sistem pembelajaran dalam pelajaran IPS. Salah satu metode yang dapat diterapkan dalam pembelajaran IPS adalah metode role playing. Dengan menggunakan metode role playing siswa akan mampu ikut serta dalam proses pembelajaran, karena metode ini melibatkan siswa untuk beraktivitas baik secara fisik maupun psikis. Ketika siswa bertanya atau mengungkapkan pendapatnya, itu berarti siswa telah memiliki partisipasi belajar di dalam proses pembelajaran. Apalagi selama proses pembelajaran siswa diajak untuk melakukan sesuatu, diajak untuk berdiskusi, meyimpulkan materi pelajaran, mencatat  atau  meringkas,  maka  proses  pembelajaran  yang  dilakukan  telah menekankan siswa sebagai subjek didik.

Penggunaan metode role playing dapat dijadikan sebagai sarana dalam meningkatkan partisipasi belajar dalam pembelajaran IPS. Hal ini dikarenakan partisipasi belajar menekankan pada kesadaran peserta didik untuk ikut berperan serta dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik dapat mengembangkan segala potensi dan aspek perkembangannya, baik itu perkembangan fisik, bahasa, emosi, dan sosial.

Dengan menggunakan metode role playing ini semua siswa akan ikut berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran. Peserta didik akan membutuhkan peserta didik lain untuk meniru perbuatan, reaksi dan menghasilkan dunia seperti yang mereka lihat, sehingga akan terjalin suatu hubungan sosial di dalamnya. Alasan lain penggunaan metode role playing ini karena dapat dipergunakan sebagai suatu metode untuk memecahkan suatu masalah-masalah sosial yang berkaitan dengan hubungan interpersonal.

Keuntungan lain yang didapat dengan menggunakan bermain peran diharapkan siswa dapat belajar mengenal berbagai peran dalam kehidupan nyata, siswa dapat bertanggung jawab terhadap tugasnya, siswa dapat belajar untuk menerima pendapat atau masukan dari orang lain, siswa dapat memperhatikan pendapat orang lain, mampu mengungkapkan pendapatnya dan memahami fakta mengenai nilai-nilai yang ada di masyarakat. Dengan demikian siswa akan memiliki bekal yang bermanfaat pada saat terjun ke masyarakat kelak karena ia akan mendapatkan diri dalam situasi di mana begitu banyak peran terjadi, seperti dalam lingkungan keluarga, bertetangga, lingkungan sekolah, dan lain-lain.

Pembelajaran dengan metode role playing menunjang kerja sama siswa dalam bentuk kelompok. Hal ini sejalan dengan hakikat manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Ketika bermain peran, peserta didik akan beraksi dan berinteraksi dengan peserta didik lainnya dalam bentuk permainan sosial, dimana siswa akan belajar memahami orang lain, saling berhubungan, siswa akan belajar tentang nilai-nilai sosial yang ada dalam kehidupan.

Dengan menggunakan metode pembelajaran role playing diharapkan siswa dapat memiliki partisipasi belajar selama pembelajaran IPS. Dalam hal ini peneliti mengambil judul Meningkatkan Partisipasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran IPS Menggunakan Metode Role Playing Pada Siswa Kelas V SD Negeri 04 Salo”.

 


B.            Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah yang berkaitan dengan proses pembelajaran IPS sebagai berikut:

1.             Kondisi pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang merangsang partisipasi belajar siswa.

2.             Guru lebih berfokus menggunakan buku paket sebagai sumber utama belajar bagi siswa selama pembelajaran IPS (text book).

3.             Kurang optimalnya respon yang diberikan siswa selama proses pembelajaran IPS berlangsung.

4.             Dalam  pembelajaran  IPS  di  kelas,  guru  lebih  sering menggunakan  metode ceramah untuk menjelaskan materi kepada siswa.

 

C.           Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana meningkatkan partisipasi belajar menggunakan metode role playing pada pembelajaran IPS di kelas V SD Negeri 04 Salo?

 

D.           Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan penggunaan metode role playing untuk meningkatkan partisipasi belajar pada pembelajaran IPS di kelas V SD Negeri 04 Salo.

 

 

 

 

 

 

E.            Manfaat Penelitian

1.             Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan memiliki kontribusi dalam mencetak generasi penerus  bangsa  yang  mampu  berpartisipasi  dalam  masyarakat  demokratis serta memiliki tanggung jawab sebagai warga negara Indonesia.

2.             Manfaat Praktis

a.             Bagi siswa

Membantu siswa untuk meningkatkan dan mendorong partisipasi belajar dalam mengikuti proses pembelajaran IPS di kelas.

b.             Bagi guru

Guru dapat mengetahui metode pembelajaran yang cocok digunakan untuk meningkatkan partisipasi belajar dalam pembelajaran IPS.

c.             Bagi sekolah

Penelitian   ini   diharapkan   dapat   menjadi   masukan   dan   sumbangan pemikiran sebagai bentuk usaha peningkatan kualitas pembelajaran di SD Negeri 04 Salo.


BAB II

KAJIAN TEORI

 

A.           Partisipasi Belajar

 

1.             Pengertian Partisipasi

 

Partisipasi berasal dari Bahasa Inggris participation” yang berarti pengambilan bagian atau pengikut sertaan. Krathwohl dan Blomm dalam Dimyati & Mudjiono (2006: 28) mengemukakan salah satu ranah  afektif siswa dalam belajar adalah partisipasi yaitu mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan, misalnya mematuhi aturan.

Berdasarkan pendapat Tjokrowinoto dalam Suryobroto (1997: 278) partisipasi adalah penyertaan mental dan emosi seseorang di dalam situasi kelompok  yang  mendorong  mereka  untuk  mengembangkan  daya  pikir  dan perasaan mereka bagi terciptanya tujuan-tujuan bersama tanggung jawab terhadap tujuan tersebut.

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi adalah keterlibatan mental, fisik dan emosi seseorang dalam memberikan respon terhadap kegiatan yang sedang dilakukan guna mencapai tujuan bersama. Pada proses belajar mengajar di sekolah partisipasi ini dapat diartikan sebagai keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Partisipasi sangat penting untuk menciptakan  pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan. Dalam proses belajar sendiri partisipasi siswa sendiri menentukan tercapai atau tidaknya suatu tujuan pembelajaran.

 

 

 

 

 

2.             Pengertian Belajar

Dimyati & Mudjiono (2006: 7), mengemukakan bahwa belajar merupakan tindakan  dan  perilaku siswa  yang kompleks.  Proses  belajar terjadi  jika siswa memperoleh  sesuatu  dari  lingkungan  sekitarnya.  Lingkungan  berupa  keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuhan, manusia atau hal-hal lain dapat dijadikan sebagai bahan belajar.

Gagne seperti yang dikutip Dimyati & Mudjiono (2006: 10) menguraikan belajar merupakan kegiatan yang kompleks, hasil belajar berupa kapabilitas. Jadi setelah belajar sesuatu orang akan memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Dan tentunya timbulnya kapabilitas itu berasal dari stimulasi lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh siswa itu sendiri.

Pengertian belajar menurut Slameto (2003: 2) ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam  interaksi dengan lingkungannya.

Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar adalah perubahan terjadi secara sadar, perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional, perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif, perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, dan perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Lester D. Crow dalam Syaiful Sagala (2010: 15) mengemukakan belajar ialah  upaya  untuk  memperoleh  kebiasaan-kebiasaan,  pengetahuan  dan  sikap- sikap. Belajar dikatakan berhasil manakala seseorang mampu mengulangi kembali materi yang telah dipelajarinya.


Belajar menurut Slavin dalam Trianto (2009: 16) mendefinisikan belajar sebagai:

“Learning is usually defined as a change in an individual caused by experience. Changes caused by developmnet (such as growing taller) are not instances of learning. Neither are characteristic of individuals that are present at birth (such as reflexes and respons to hunger or pain). However, humans do so much learning from the day of their birth (and some say earlier) that learning and development are inseparably linked.

Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui   pengalaman,   dan   bukan   karena   pertumbuhan   atau   perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Manusia banyak belajar sejak lahir. Bahwa belajar dan perkembangan erat kaitannya.

Dengan demikian belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku pada siswa sebagai akibat dari pengalaman atau interaksi dengan lingkungan disekitarnya.  Bukti  bahwa  sesorang  telah  belajar  ialah  terjadinya  perubahan tingkah laku pada orang tersebut misalnya dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Perubahan tingkah laku sendiri dapat dilihat dari sejumlah aspek yaitu pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis dan sikap. Sebagai contoh siswa belum memahami tentang pengertian benda mati, setelah siswa membaca buku atau melihat lingkungan di sekitar tempat tinggalnya, melihat benda-benda, siswa menjadi paham tentang pengertian benda mati. Contoh ini merupakan perubahan pengetahuan sebagai akibat dari proses belajar.

 

 

 

 

3.             Pengertian Partisipasi Belajar

Pembelajaran dapat diberi arti sebagai setiap upaya yang sistematik dan disengaja oleh pendidik untuk menciptakan kondisi-kondisi agar peserta didik melakukan kegiatan belajar (Sudjana, 2005: 8). Artinya dalam kegiatan pembelajaran terjadi suatu interaksi edukatif antara pendidik dan peserta didik untuk mencapai tujuan tertentu.

Karena dalam kegiatan proses pembelajaran harus suatu ada interaksi edukatif maka peserta didik harus berpartisipasi dalam kegiatan belajar secara aktif. Melalui partisipasi siswa secara aktif maka akan terjadi interaksi dua arah antara guru dengan siswa. Sehingga partisipasi belajar berarti keikutsertaan siswa dalam suatu kegiatan belajar yang ditunjukkan dengan adanya perilaku fisik dan psikisnya.

Partisipasi belajar akan menuntut siswa untuk ikut serta bertanggung jawab terhadap   keberhasilan   pencapaian   tujuan   belajar   sebab   partisipasi   siswa dibutuhkan dalam menetapkan tujuan dan dalam kegiatan belajar dan mengajar (Hasibuan  & Moedjiono,  2006:  7).  Oleh  sebab  itu  pembelajaran  yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri bagi siswa melalui berbagai aktifitas belajar.

 

Paul D. Dierich (Oemar Hamalik, 2001: 172–173) membagi kegiatan belajar dalam delapan kelompok yaitu:

a.             Kegiatan-kegiatan visual

Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demostrasi, pameran dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.

 

 

 

b.             Kegiatan-kegiatan lisan (oral)

Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan interupsi.

c.             Kegiatan-kegiatan mendengarkan

Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan dan mendengarkan radio.

d.            Kegiatan-kegiatan menulis

Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes dan mengisi angket.

e.             Kegiatan-kegiatan menggambar

Menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta dan pola.

f.              Kegiatan-kegiatan metric

Melakukan  percobaan,  memilih  alat-alat,  melaksanakan  pameran, membuat model, menari, dan berkebun.

g.             Kegiatan-kegiatan mental

Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor- faktor, melihat hubungan dan membuat keputusan.

h.             Kegiatan-kegiatan emosional

Minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain.

 

Adapun aspek yang dikaji dalam partisipasi belajar siswa (Made Sumadi,2002: 6) adalah:

a.             Partisipasi bertanya.

b.             Partisipasi menjawab.

c.             Menyelesaikan tugas secara tuntas.

d.            Partisipasi dalam diskusi.

e.             Mencatat penjelasan guru.

f.              Menyelesaikan soal di papan tulis.

g.             Mengerjakan tes secara individu.

h.             Menyimpulkan materi pelajaran di akhir pelajaran.

 

Nana  Sudjana  (2000:  55)  menyebutkan  bahwa  kegiatan  pembelajaran dibutuhkan   keikutsertaan   (partisipasi)   siswa   dalam   kegiatan   pembelajaran.

Kegiatan siswa diwujudkan dalam tiga tahapan kegiatan pembelajaran yaitu perencanaan program (program plannning), pelaksanaan program (program implementation), dan penilaian program (program evaluation) kegiatan pembelajaran.

a.             Perencanaan program

Partisipasi pada tahap perencanaan adalah keterlibatan siswa dalam kegiatan mengidentifikasi kebutuhan belajar, sumber-sumber yang tersedia dan kemungkinan hambatan yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran, penyusunan prioritas   kebutuhan, perumusan tujuan belajar, dan penetapan program kegiatan pembelajaran.

b.             Pelaksanaaan program

Partisipasi dalam tahap pelaksanaan adalah keterlibatan peserta didik dalam   menciptakan   iklim   yang   kondusif   untuk   belajar,   yang mencakup:

1)             kedisiplinan  siswa  yang  ditandai  dengan  keteraturan  dalam kehadiran pada setiap kegiatan pembelajaran,

2)             pembinaan hubungan antar siswa dan antara siswa dengan guru sehingga tercipta hubungan kemanusiaan yang terbuka, akrab, terarah, saling menghargai, dan saling membantu,

3)             interaksi  kegiatan  antara  siswa  dan  guru  dilakukan  melalui hubungan horizontal,

4)             tekanan  kegiatan  pembelajaran  adalah  pada  peranan  siswa yang lebih aktif melakukan kegiatan pembelajaran.

c.             Evaluasi program

Evaluasi dilakukan untuk menghimpun, mengolah, dan menyajikan data atau informasi  yang dapat digunakan sebagai  masukan dalam pengambilan keputusan. Partisipasi dalam tahap evaluasi ini bermanfaat bagi siswa untuk mengetahui tentang sejauh mana perubahan  yang  telah  dialami  dan  dicapai  oleh  mereka  melalui kegiatan pembelajaran partisipatif.

 

Partisipasi belajar merupakan keikutsertaaan atau keterlibatan siswa baik secara fisik, mental maupun sosial selama proses pembelajaran berlangsung. Aspek-aspek dari partisipasi yang dapat dijadikan alat ukur tingkat partisipasi belajar  adalah  mengajukan  pertanyaan,  menjawab  pertanyaan,  menyelesaikan tugas  secara  tuntas,  ikut  serta  berdiskusi,  mencatat  penjelasan  guru, menyelesaikan  soal  di  papan  tulis,  mengerjakan  tes  secara  individu,  dan meyimpulkan pelajaran. Partisipasi belajar dalam pembelajaran penting guna menciptakan  pembelajaran  yang  menempatkan  siswa  sebagai  subjek  didik, dimana siswa tidak hanya duduk mendengar informasi dari guru, tetapi siswa bertindak secara aktif untuk memperoleh pengetahuan dan pemahamannya sendiri melalui arahan dan bimbingan dari guru.

Dengan adanya partisipasi belajar dari siswa, pembelajaran akan lebih terfokuskan untuk mendidik dan mengembangkan potensi dan aspek-aspek perkembangan siswa kearah yang lebih optimal. Siswa benar-benar diposisikan sebagai subyek yang sedang belajar. Oleh karena itu salah satu tugas guru adalah menyediakan dan menyiapkan kondisi pembelajaran yang dapat merangsang keterlibatan siswa di dalamnya. Siswa  yang belajar dengan mengalami secara langsung akan memberikan pengetahuan yang lebih bermakna bagi siswa dan pengetahuannya dapat lebih tahan lama tersimpan dalam memori ingatan siswa.

 

B.            Metode Role Playing

 

1.             Pengertian Metode Role Playing

Manusia merupakan makhluk sosial, manusia hidup selalu membutuhkan orang lain, mereka tidak bisa hidup seorang diri tanpa bantuan orang lain. Dalam kehidupan sosial sendiri manusia selalu berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lain. Asumsi bahwa manusia merupakan makhluk sosial dan selalu bekerjasama dengan orang lain inilah yang menjadi dasar dari pengembangan metode pembelajaran sosial termasuk di dalamnya metode pembelajaran role playing.

Oemar Hamalik (2001: 199) mengemukakan bermain peran adalah suatu jenis teknik simulasi yang umumnya digunakan untuk pendidikan sosial dan hubungan antar insani. Teknik itu bertalian dengan studi kasus, tetapi kasus tersebut melibatkan individu manusia dan tingkah laku mereka atau interaksi antarindividu tersebut dalam bentuk dramatisasi.

Berdasarkan  pemikiran   Syaiful  Sagala  (2003:  213)  sosiodrama  (role playing) berasal dari kata sosio dan drama. Sosio berarti sosial menunjuk pada objeknya yaitu masyarakat, menunjuk pada kegiatan-kegiatan sosial, dan drama berarti   mempertunjukkan,   mempertontonkan   atau   memperlihatkan.   Sudjana (2005: 134) mengungkapkan bahwa bermain peran adalah teknik kegiatan pembelajaran yang menekankan pada kemampuan penampilan peserta didik untuk memerankan status dan fungsi pihak-pihak lain yang terdapat pada kehidupan nyata.

Dari berbagai pendapat ahli di atas dapat disimpulkan, metode role playing ialah   metode  pembelajaran   yang  dalam   kegiatan  belajarnya   peserta   didik mendapat tugas untuk mendramatisasikan atau memerankan suatu situasi sosial yang mengandung suatu problem, siswa belajar memainkan peran-peran tertentu yang ada dan nyata dalam kehidupan secara berkelompok agar peserta didik dapat memecahkan masalah yang muncul dari suatu situasi sosial tersebut.

Metode bermain peran sesuai digunakan dalam pembelajaran IPS, karena dengan metode role playing siswa akan ditugaskan untuk berbuat (berperan) memainkan peran-peran tertentu yang ada dalam kehidupan nyata. Misalnya siswa ada  yang berperan  sebagai  tokoh  Pangeran  Diponegoro. Dengan  role  playing siswa memiliki aktivitas sendiri dalam kegiatan pembelajaran sehingga partisipasi belajarnya dapat ditingkatkan.  Penggunaan metode role playing ini menekankan pentingnya keterlibatan langsung atau partisipasi peserta didik dalam situasi dan masalah dalam suatu kelompok. Artinya siswa tidak hanya duduk dan mendengar penjelasan guru, tetapi siswa berbuat, bertindak, mengalami dan membentuk pengalaman belajar masing-masing baik secara individu maupun dengan bantuan kelompok.

 

2.             Langkah-langkah Metode Role Playing

Guru bertugas mendidik  dan memberikan pengajaran di sekolah. Dalam menyampaikan materi kepada siswa, tentunya guru perlu memperhatikan langkah- langkah yang benar sesuai dengan metode pembelajaran yang digunakan. Berikut langkah-langkah  penggunaan  metode  role  playing  menurut  Oemar  Hamalik (2001: 215–217) sebagai berikut:

 

 

 

a.             Persiapan dan instruksi

1)             Guru  memiliki  situasi/dilema  bermain  peran.  Situasi  yang dipilih harus menitik beratkan pada jenis peran, masalah dan situasi familiar, serta penting bagi siswa.

2)             Sebelum  pelaksanaan  bermain  peran,  siswa  harus  mengikuti latihan pemanasan, latihan-latihan ini dikuti oleh semua siswa, baik sebagai partisipasi aktif maupun pengamat aktif.

3)             Guru  memberikan  instruksi  khusus  kepada  peserta  bermain peran setelah memberikan penjelasan pendahuluan kepada keseluruhan kelas.

4)             Guru memberitahukan peran-peran yang akan dimainkan serta memberikan instruksi-instruksi yang bertalian dengan masing- masing peran kepada audience.

b.             Tindakan dramatik dan diskusi

1)             Para aktor terus melakukan perannya sepanjang situasi bermain peran, sedangkan audience berpartisipasi dalam penugasan awal kepada pemeran.

2)             Bermain  peran  harus  berhenti  pada  titik-titik  penting  apabila terdapat tingkah laku tertentu yang menuntut dihentikannya permainan tersebut.

3)             Keseluruhan kelas selanjutnya berpartisipasi dalam diskusi yang terpusat pada situasi bermain peran.

c.             Evaluasi bermain peran

1)             Siswa  memberikan  keterangan,  baik  secara  tertulis  maupun dalam bentuk diskusi tentang keberhasilan dan hasil-hasil yang dicapai dalam bermain peran.

2)             Guru menilai efektivitas dan keberhasilan bermain peran.

3)             Guru membuat bermain peran yang telah dilaksanakan dan telah dinilai tersebut dalam sebuah jurnal sekolah (kalau ada), atau pada buku catatan guru.

Berdasarkan pendapat Sudjana (2005: 136–137) langkah-langkah penggunaan metode role playing sebagai berikut:

a.             Pendidik bersama peserta didik menyiapkan bahan belajar berupa topik yang akan dibahas. Topik itu hendaknya mengandung peran- peran yang seharusnya terjadi dalam situasi tertentu.

b.             Pendidik  bersama peserta didik  mengidentifikasi  dan  menetapkan peran-peran berdasarkan kedudukan dan tugas masing-masing.

c.             Pendidik membantu peserta didik untuk menyiapkan tempat, waktu, dan alat-alat yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.

d.            Pendidik   membantu   para   peserta   didik   untuk   melaksanakan permainan  peran  dengan:  1)  menjelaskan  tujuan  dan  langkah- langkah bermain peran, sedangkan peserta didik bertanya, memperhatikan,   dan   mencatat   hal-hal   yang   dipandang   perlu mengenai penjelasan yang diberikan pendidik, 2) para peserta didik dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama memainkan peran dan kelompok kedua sebagai pengamat, 3) pendidik menjelaskan tugas masing-masing kelompok untuk dilakukan selama kegiatan belajar berlangsung, 4) kelompok pengamat menyiapkan diri, dan apabila perlu mencatat hasil pengamatan pada format khusus, dan 5) selesai bermain peran, para peserta didik dibantu oleh pendidik membahas hasil pengamatan kelompok pengamat.

e.             Pendidik bersama para peserta didik melakukan penilaian terhadap proses dan hasil penggunaan teknik tersebut.

 

 

 

Dari pendapat diatas dapat diuraikan bahwa langkah-langkah dalam role playing terdiri dari tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap tindakan dan diskusi, serta tahap evaluasi. Pada tahap persiapan, guru membantu siswa untuk mengenalkan dan memahami situasi dalam bermain peran, misalnya menjelaskan tentang keadaan peristiwa dan tokoh-tokoh yang akan diperankan. Pada tahap persiapan ini siswa juga dibentuk dalam dua kelompok yaitu kelompok partisipasi aktif dan kelompok pengamat. Siswa diberi penjelasan tentang tanggung jawab dari setiap kelompok baik itu kelompok partisipan atau kelompok pengamat.

Untuk tahap tindakan dan diskusi, siswa diberi kesempatan yang sama untuk mencoba bermain peran dengan ekspresinya sendiri. Kegiatan diskusi dibimbing oleh guru untuk menumbuhkan pemahaman baru yang berguna untuk merespon situasi lain dalam kehidupan sehari-hari. Jadi pemahaman siswa mengenai peran yang dimainkan akan dihubungkan dengan situasi dalam kehidupan nyata. Tahap evaluasi, siswa diberi kesempatan untuk memberikan komentar, pendapat, atau masukan yang evaluatif tentang proses bermain peran yang telah dilaksanakan.

 

3.             Tujuan Metode Role Playing

Oemar Hamalik (2001: 199) mengemukakan bahwa tujuan bermain peran, sesuai dengan jenis belajar adalah sebagai berikut:

a.             Belajar  dengan  berbuat.  Para  siswa  melakukan  peranan  tertentu sesuai  dengan  kenyataan  yang  sesungguhnya.  Tujuannya  adalah untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan interaktif atau keterampilan reaktif.

b.             Belajar  melalui  peniruan  (imitasi).  Para  siswa  pengamat  drama menyamakan diri dengan pelaku (aktor) dan tingkah laku mereka.

c.             Belajar melalui balikan. Para pengamat mengomentari (menanggapi) perilaku pemain yang ditampilkan. Tujuannya adalah untuk mengembangkan   prosedur-prosedur   kognitif   dan   prinsip-prinsip yang mendasari perilaku keterampilan yang telah didramasasikan.

d.            Belajar melalui pengkajian, penilaian, dan pengulangan. Para peserta dapat memperbaiki keterampilan-keterampilan mereka dengan mengulanginya dalam penampilan berikutnya.

 

Pendapat  dari  Sudjana  (2005:  134)  menjelaskan  bahwa  dengan  bermain peran diharapkan peserta didik memperoleh pengalaman yang diperankan oleh pihak-pihak lain. Teknik ini dapat digunakan pula untuk merangsang pendapat peserta   didik   dan   menemukan   kesepakatan   bersama   tentang   ketepatan, kekurangan, dan pengembangan peran-peran yang dialami atau diamati. Sehubungan dengan hal itu tujuan penggunaan teknik ini antara lain adalah untuk mengenalkan peran-peran dalam dunia nyata kepada peserta didik.

Tujuan dari penggunaan metode role playing atau bermain peran adalah agar  siswa  mendapatkan  pengalaman  dan  pengetahuan  dari  belajar  dengan berbuat,  belajar melalui peniruan, balikan dan pengulangan. Penggunaan metode role playing memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan sendiri kegiatan belajar baik fisik maupun psikis guna memperoleh pengetahuan dan pemahaman. Siswa tidak hanya mendapatkan pengalaman dan pengetahuan dari guru atau buku paket, tetapi belajar melalui proses yang dilakukan setiap siswa baik secara individu maupun kelompok.

Siswa mampu belajar mengekspresikan pendapatnya, belajar memahami perilaku  orang  lain,  dan  belajar  memahami  nilai-nilai  dalam  suatu  hubungan sosial. Selain untuk membentuk pengalaman belajar siswa, metode role playing mampu mengenalkan siswa kepada peran-peran yang ada di masyarakat.

 

4.             Kelebihan Metode Role Playing

Oemar Hamalik (2001: 214) mengemukakan pada waktu dilaksanakannya bermain peran, siswa dapat bertindak dan mengekspresikan perasaan dan pendapatnya tanpa kekhawatiran mendapat sanksi. Bermain peran memungkinkan para siswa mengidentifikasi situasi-situasi dunia nyata dan dengan ide-ide orang lain.

Roestiyah (1998: 93) menguraikan bahwa keunggulan dari bermain peran adalah:

Dengan teknik ini, siswa lebih tertarik perhatiannya pada pelajaran, karena masalah-masalah sosial sangat berguna bagi mereka. Karena mereka bermain peranan sendiri, maka mudah memahami masalah- masalah sosial itu. Bagi siswa dengan berperan seperti orang lain, maka dapat menempatkan diri seperti watak orang lain itu. Ia dapat merasakan perasaan orang lain, dapat mengakui pendapat orang lain, sehingga menumbuhkan sikap saling pengertian, tenggang rasa, toleransi dan cinta kasih terhadap sesama makhluk, akhirnya siswa dapat berperan dan menimbulkan diskusi yang hidup, karena merasa menghayati sendiri permasalahannya. Juga penonton tidak pasif, tetapi aktif mengamati dan mengajukan saran dan kritik.”

Berdasarkan pendapat Sudjana (2005: 136) keunggulan metode role playing adalah sebagai berikut:

a.             Peran yang ditampilkan peserta didik dengan menarik akan segera mendapat perhatian dari peserta didik lainnya.

b.             Teknik  ini  dapat  digunakan  baik  dalam  kelompok  besar maupun kelompok kecil.

c.             Dapat membantu peserta didik untuk memahami pengalaman orang lain yang melakukan peran.

d.            Dapat membantu peserta didik untuk menganalisis dan memahami situasi serta memikirkan masalah yang terjadi dalam bermain peran.

e.             Menumbuhkan rasa kemampuan dan kepercayaan diri peserta didik untuk berperan dalam menghadapi masalah.

 

Kelebihan dari metode bermain peran dapat membantu siswa untuk mengubah perilakunya dan sikap ketika berinteraksi dengan orang lain, hal ini dikarenakan dalam bermain peran siswa akan tergabung dalam suatu kelompok sosial dengan siswa yang lainnya. Pada waktu bermain peran siswa dapat mengungkapkan pendapatnya, siswa akan lebih berani untuk menanggapi atau memberi masukan kepada siswa lainnya, siswa lebih berani untuk saling berbagi pengalaman, siswa dapat saling bekerja sama untuk mengatasi masalah dan menemukan  solusinya  dan  siswa  dapat  memperoleh  pengetahuan  yang  lebih bermakna. Dan secara tidak langsung partisipasi belajar siswa juga dapat meningkat. Sifat mau bekerja sama antar siswa lainnya dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya, murid memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya, siswa dapat mengembangkan hubungan interpersonal dengan siswa lainnya dan siswa dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun tertulis.

 

C.           Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

 

1.             Pengertian IPS

Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial, disingkat IPS menurut Marsh & Martorella (Etin Solihatin & Raharjo, 2009: 14)  merupakan nama mata pelajaran di tingkat sekolah dasar dan menengah atau nama program studi di perguruan tinggi yang identik dengan istilah social studies” dalam kurikulum persekolahan di negara lain, khususnya di negara-negara barat seperti Australia dan Amerika Serikat.

Berdasarkan pendapat Trianto (2010: 171) ilmu pengetahuan sosial merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial.

Pendapat  Kosasih  seperti  yang dikutip  Trianto  (2010:  173) menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan sosial juga membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Lingkungan dimana anak didik tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari masyarakat, dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di lingkungan sekitarnya.

Dari berbagai pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan sosial merupakan integrasi dari berbagai macam ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya yang diwujudkan dalam satu pendekatan interdisipliner. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) lebih mengkaji hubungan manusia yang bersifat sosial kemasyarakatan.

 

2.             Dimensi IPS

Dimensi dalam IPS dapat digunakan sebagai sumber atau dasar dalam pengorganisasian materi  yang  akan  diajarkan  oleh guru  kepada peserta  didik. Berikut akan diuraikan dimensi-dimensi yang terdapat dalam pembelajaran IPS adalah sebagai berikut:

a.             Dimensi pengetahuan (knowledge)

Setiap orang memiliki pemahaman yang berbeda antara individu yang satu dengan  yang lainnya.  Secara konseptual,  pengetahuan  (knowledge) hendaknya mencakup  fakta, konsep,  dan  generalisasi  yang dipahami  oleh siswa (Sapriya, 2009: 49).

b.             Dimensi keterampilan (skills)

Dalam pembelajaran IPS selain bekal pengetahuan yang diberikan kepada siswa, guru juga perlu membekali siswa dengan keterampilan (skills). Keterampilan dapat digunakan untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara   yang   mampu   berpartisipasi   secara   cerdas   dalam   masyarakat demokratis.  Menurut  Sapriya  (2009:  52–53)  sejumlah  keterampilan  yang diperlukan  sehingga  menjadi   unsur  dalam   dimensi   IPS   dalam   proses pembelajaran.

1)             Keterampilan meneliti

Keterampilan ini diperlukan untuk mengumpulkan dan mengolah data. Namun, secara umum penelitian mencakup sejumlah aktivitas sebagai berikut mengidentifikasi dan mengungkapkan masalah atau isi, mengumpulkan dan mengolah data, menafsirkan data, menganalisis data, menilai bukti-bukti yang ditemukan, menyimpulkan, menerapkan hasil temuan dalam konteks yang berbeda, dan membuat pertimbangan nilai.

2)             Keterampilan berpikir

Beberapa  keterampilan  berpikir  yang  perlu  dikembangkan  oleh guru di kelas untuk para siswa meliputi mengkaji dan menilai data secara kritis, merencanakan, merumuskan faktor sebab dan akibat, memperediksi hasil dari sesuatu kegiatan atau peristiwa, menyarankan apa yang akan ditimbulkan dari suatu peristiwa atau perbuatan, curah pendapat (brainstroming), berspekulasi tentang masa depan, menyarankan berbagai solusi alternatif, dan mengajukan pendapat dari perspektif yang berbeda.

3)             Keterampilan partisipasi social

Beberapa keterampilan partisipasi sosial yang perlu dibelajarkan oleh guru meliputi mengidentifikasi akibat dari perbuatan dan pengaruh ucapan terhadap orang lain, menunjukkan rasa hormat dan  perhatian  kepada  orang  lain,  berbagi  tugas  dan  pekerjaan dengan orang lain, berbuat efektif sebagai anggota kelompok, mengambil berbagai peran kelompok, menerima kritik dan saran, dan menyesuaiakan kemampuan dengan tugas yang harus diselesaikan.

4)             Keterampilan berkomunikasi

Pembelajaran  merupakan  upaya  untuk  mendewasakan  seorang anak manusia. Salah satu ciri seorang yang dewasa adalah mereka yang mampu berkomunikasi dengan orang lain dengan baik.

c.             Dimensi nilai dan sikap (value and attitudes)

Pada hakikatnya, nilai merupakan sesuatu yang berharga. Nilai yang dimaksud  disini  adalah  seperangkat  keyakinan  atau prinsip  perilaku  yang telah mempribadi dalam diri seseorang atau kelompok masyarakat tertentu yang terungkap ketika berpikir dan bertindak (Sapriya, 2009: 53).

Nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dapat dipelajari dari hubungan sosial antar anggota masyarakat. Oleh karena itu, melalui pembelajaran IPS diharapkan dapat memperkenalkan dan  menginternalisasi berbagai nilai kepada peserta didik. Proses internalisasi nilai tidaklah harus berdiri sendiri, tetapi bisa dintegrasikan dalam proses pembelajaran, salah satunya dalam pembelajaran IPS.

 

 

 

d.            Dimensi tindakan (action)

Tindakan sosial merupakan dimensi yang penting karena tindakan dapat memungkinkan siswa menjadi peserta didik yang aktif. Mereka pun dapat belajar berlatih secara konkret dan praktis. Dengan belajar dari apa yang diketahui dan terpikirkan tentang isu-isu sosial untuk dipecahkan sehingga jelas apa yang akan dilakukan dan bagaimana caranya, para siswa belajar menjadi warga negara yang efektif di masyarakat (Sapriya, 2009: 56).

Penguasaan dan pengembangan dimensi dalam pembelajaran IPS penting bagi peserta didik karena pengetahuan yang didapat siswa dapat menjadi bekal guna menjalani kehidupan nyata di sosial masyarakat. Dimensi pengetahuan dapat menambah pengetahuan dan wawasan siswa, dimensi keterampilan dapat memberikan berbagai keterampilan yang dibutuhkan saat ikut serta berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat yang demokratis, dimensi sikap dan nilai dapat memberikan bekal tatanan bagi kehidupan sehari-hari, nilai yang telah terinternalisasi dalam diri peserta didik dapat dijadikan sebagai pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat.

 

3.             Substansi Materi Pembelajaran IPS

Dalam proses pembelajaran tugas guru antara lain adalah mengelola bahan ajar yang hendak disampaikan kepada siswa saat proses pembelajaran. Menurut Trianto (2010: 188) bahan ajar adalah bahan atau material atau sumber belajar yang mengandung substansi kemampuan tertentu yang akan dicapai oleh siswa.

Adapun substansi materi dalam pembelajaran IPS menurut Abdul Gafur & Dikmenum dalam Trianto (2010: 188) terdiri atas fakta, konsep, prinsip, prosedur dan nilai.

a.             Fakta

Trianto (2010: 188) materi pembelajaran termasuk kategori fakta jika menunjukkan suatu nama, objek, atau peristiwa yang terjadi secara nyata pada suatu daerah atau tempat tertentu. Jadi fakta adalah data yang spesifik tentang peristiwa, objek, orang, dan peristiwa yang terjadi secara nyata dalam kehidupan.

Dalam  pembelajaran  IPS,  guru  harus  berupaya  untuk  menyampaikan fakta sesuai dengan usia dan tingkat berpikir masing-masing peserta didik. Secara  umum,  fakta  untuk  siswa  SD  kelas  rendah  hendaknya  berupa peristiwa, objek, dan hal-hal yang bersifat konkret, sedangkan untuk anak usia SD kelas tinggi guru sudah bisa menyampaikan fakta secara abstrak. Oleh karena itu, guru perlu memperhatikan karakteristik dan perbedaan individual masing-masing siswa dalam proses pembelajaran.

 

b.             Konsep

Konsep adalah materi pembelajaran dalam bentuk  definisi atau batasan atau pengertian dari suatu objek, baik yang bersifat abstrak maupun konkret (Trianto, 2010: 189). Contoh materi yang berupa konsep dalam pembelajaran IPS misalnya apa itu hukum? Jelaskan ciri-ciri hukum? dan sebagainya.

Dalam mempelajari konsep para siswa memerlukan pemahaman yang utuh dan mendalam untuk bisa memahami konsep dengan benar. Bila dalam proses pembelajaran siswa kurang memahami materi dalam bentuk konsep maka akan terjadi misskonsep atau salah konsep. Oleh karena itu guru perlu memiliki suatu cara yang efektif agar siswa dapat dengan mudah mempelajari materi-materi dalam bentuk konsep.

 

c.             Prinsip

Prinsip  adalah  dasar  atau  asas  yang  menunjukkan  hubungan  antar berbagai konsep yang telah teruji kebenarannya sehingga berlaku di mana saja dan kapan saja (Trianto, 2010: 189). Hubungan antar konsep memiliki sifat materi yang disebut generalisasi. Contoh prinsip dalam pembelajaran IPS adalah asas kewarganegaraan, asas hubungan internasional, perjanjian bilateral, dan lain sebagainya.

 

d.            Prosedur

Prosedur adalah tahapan atau langkah-langkah untuk meyelesaikan kegiatan atau aktivitas tertentu atau secara singkat sering disebut tatacara (Trainto, 2010: 189). Materi dalam bentuk prosedur menuntut peserta didik untuk  mengerjakan  sesuai  dengan  langkah-langkah  atau  urutan  tertentu.

Materi dalam bentuk prosedur dapat digunakan untuk mengembangkan partisipasi siswa dalam pembelajaran di kelas. Contoh prosedur dalam pembelajaran IPS adalah urutan Pemilu, cara menetapkan ketua, prosedur peradilan HAM dan lain sebagainya.

 

e.             Nilai

Menurut penjelasan Trianto (2010: 190), secara harfiah nilai dapat diartikan  sebagai  sesuatu  yang  berguna  (usefull)  atau  berharga.  Dalam konteks sosiokultural, nilai diartikan sebagai sesuatu yang diyakini kebenarannya dan  berguna bagi  kehidupan  masyarakat  dan  manusia pada umumnya.

Nilai merupakan suatu yang diyakini oleh masyarakat  yang dijadikan sebagai  pedoman dalam  menentukan sikap  dan  perbuatan  manusia  dalam kehidupan. Contoh nilai yang dikembangkan dalam pembelajaran IPS adalah tanggung jawab, jujur, tolong menolong, kerja keras, disiplin, menghargai perbedaan dan lain sebagainya.

Jadi substansi materi dalam pembelajaran IPS yang harus diberikan kepada peserta didik meliputi fakta, konsep, prinsip, prosedur, dan nilai. Fakta merupakan data mengenai suatu fenomena yang benar-benar nyata terjadi dalam kehidupan, konsep adalah kumpulan dari beberapa fakta yang membentuk suatu definisi baik secara konkrit maupun abstrak. Prinsip merupakan dasar atau asas yang terjalin dari beberapa konsep, prosedur adalah langka-langkah dalam menyelesaikan suatu kegiatan, dan nilai merupakan sesuatu yang dijadikan pedoman masyarakat untuk bertindak dan berperilaku.

Dengan demikian pembelajaran IPS dapat digunakan sebagai sarana internalisasi nilai bagi peserta didik. Nilai tersebut dapat digunakan untuk membentuk manusia yang memiliki akhlak mulia, berkepribadian baik, mandiri, cakap, dan kreatif sesuai dengan tujuan pendidikan kita. Berdasar hal di atas maka guru perlu memiliki metode pembelajaran yang sesuai untuk mengajarkan kelima sustansi materi dalam IPS tersebut secara komprehensif. Metode pembelajaran harus berkenaan dengan kegiatan yang nyata dan praktis agar penyampaian materi dalam IPS yang bisa memberikan pengalaman belajar bagi siswa.

 

4.             Tujuan Pembelajaran IPS

Tujuan utama IPS menurut Gross dalam Trianto (2010: 174) ialah to prepare students to be well functioning citizens in a democratic society. Artinya ialah untuk mempersiapkan mahasiswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya di masyarakat.

Trianto (2010: 176) menjelaskan bahwa tujuan  utama ilmu pengetahuan sosial ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang  terjadi  sehari-hari,  baik  yang  menimpa  dirinya  sendiri  maupun  yang menimpa masyarakat.

Pada dasarnya tujuan pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai bakat, minat,  kemampuan,  dan  lingkungannya,  serta  berbagai  bekal  siswa  untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Etin Solihatin & Raharjo,2009: 15).

Mengutip pendapat dari Sapriya (2009: 194–195) tujuan mata pelajaran IPS untuk jenjang SD/MI sebagai berikut:

a.             Mengenal    konsep-konsep    yang    berkaitan    dengan    kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

b.             Memiliki  kemampuan  dasar  untuk  berpikir  logis  dan  kritis,  rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

c.             Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial.

d.            Memiliki     kemampuan     berkomunikasi,     bekerja     sama     dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

 

Dari beberapa pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa tujuan pembelajaran IPS adalah untuk mendidik dam mengembangkan segala potensi dan kemampuan peserta didik agar memiliki kemampuan dasar yang berguna bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu pembelajaran IPS tidak hanya sekedar menghafal saja, tetapi bagaimana membekali siswa dengan kemampuan yang diperlukan dalam kehidupan sosial masyarakat. Melalui pembelajaran IPS, siswa diharapkan dapat memahami lingkungan dimana ia menjadi  bagian dari  masyarakat,  dapat  belajar  tentang nilai-nilai  yang  ada di masyarakat, dan mampu berpartisipasi dalam masyarakat demokratis.

Berdasarkan hal di atas maka dibutukan suatu pola pembelajaran yang mampu menjembatani tercapainya tujuan tersebut. Kosasih dalam Etin Solihatin & Suharjo (2009: 15) mengemukakan bahwa kemampuan dan keterampilan guru dalam memilih dan menggunakan berbagai model, metode dan strategi pembelajaran  senatiasa  terus  ditingkatkan,  agar  pembelajaran  IPS  benar-benar mampu mengkondisikan upaya pembekalan kemampuan dan keterampilan dasar bagi siswa untuk menjadi manusia dan warga negara yang baik.

Hal ini juga didasari bahwa pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan problema kehidupan  yang dihadapinya. Belajar  IPS  hendaknya  dapat  memberdayakan  dan  mengembangkan  segala potensi dan kemampuan siswa, baik dari segi pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), maupun keterampilan (skills). Dengan mengembangkan bekal pengetahuan siswa dapat peka terhadap perkembangan jaman yang semakin maju, siswa memiliki sikap yang baik dalam menanggapi segala permasalahan yang terjadi di masyarakat, dan dengan pengembangan keterampilan siswa memiliki kompetensi yang dibutuhkan dalam masyarakat luas. Semua potensi yang dimiliki peserta didik ini dapat diwujudkan dalam proses pembelajaran IPS melalui keterlibatan siswa di dalam proses belajar. Dimana pembelajaran dalam IPS lebih berkaitan dengan kehidupan sesama manusia, manusia dengan lingkungannya dan sosial budaya.

 

 

 

 

 

D.           Kerangka Pikir

Penggunaan metode pembelajaran role playing merupakan salah satu cara untuk mengikutsertakan siswa agar berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran  di  kelas.  Dalam  metode  pembelajaran  role  playing  ini,  siswa dituntut untuk memerankan peran tertentu sehingga siswa tidak hanya pasif di dalam kelas. Interaksi antar siswa dengan siswa yang lain di dalam proses pembelajaran merupakan salah satu ciri dari metode role playing. Melalui metode role playing, siswa akan ikut berpartisipasi mulai dari proses awal pembelajaran sampai evaluasi di akhir pembelajaran.

Pembelajaran IPS dengan menggunakan metode role playing dapat memberikan peluang kepada semua siswa tanpa terkecuali untuk ambil bagian dalam proses pembelajaran. Melalui metode role playing ini siswa belajar melalui proses mengalami, berbuat dan mereaksi sehingga siswa tidak hanya menjadi pendengar di dalam kelas. Metode ini menuntut partisipasi belajar dari semua siswa agar pembelajaran yang didapan lebih bermakna dan siswa dapat menemukan pengalaman dalam belajar.

Metode ini sesuai digunakan dalam pembelajaran IPS karena IPS ditingkat sekolah  pada  dasarnya  bertujuan  untuk  mempersiapkan  peserta  didik  sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat digunakan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial serta kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan dalam masyarakat sehingga menjadi warga yang baik.

Mata pelajaran  IPS diharapkan  dapat membekali siswa dengan berbagai kemampuan dasar yang diperlukan siswa dalam menjalani kehidupan mereka kelak. Guru sebagai salah satu tulang punggung keberhasilan pembelajaran di sekolah  untuk  menghasilkan  output  yang  memadai  dan  memenuhi  kriteria tentunya harus memiliki daya dan upaya untuk memilih metode, strategi dan pendekatan belajar agar bisa mengoptimalkan segala potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik.

Oleh karena itu penggunaan metode ini dapat digunakan sebagai usaha perbaikan  atau  sebuah  tindakan  untuk  memberikan  kesempatan  kepada  siswa untuk lebih memiliki partisipasi belajar dalam pembelajaran IPS. Sehingga siswa dimungkinkan dapat berpartisipasi aktif dalam mendiskusikan dan memilih cara atau strategi untuk menyelesaikan permasalahan, bekerja secara bebas dengan teman  yang  lain,  bertanya  kepada  guru  untuk  bila  menemui  kesulitan,  dan berbagai aktivitas lainnya.

 

E.            Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berfikir tersebut diatas dapat diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut:

Menggunakan metode role playing dapat meningkatkan partisipasi belajar pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di  kelas V SD Negeri 04 Salo.

 

F.            Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel merupakan suatu definisi singkat dari variabel penelitian yang dapat dioperasionalkan atau dapat menjadi arahan untuk pelaksanaan didalam penelitian. Maka definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah:

 

1.             Partisipasi belajar siswa

Partisipasi  belajar  siswa  adalah  peran  serta  atau  keterlibatan  seorang siswa atau semua siswa dalam kegiatan pembelajaran. Wujud dari adanya partisipasi belajar siswa dalam pembelajaran dapat dilihat dari aktivitas siswa ketika mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, menyelesaikan tugas secara tuntas, ikut serta berdiskusi, mencatat penjelasan guru,  menyelesaikan soal di papan tulis, mengerjakan tes secara individu, dan meyimpulkan pelajaran.

2.             Metode role playing

Metode role playing merupakan kegiatan belajar dimana siswa belajar cara  penguasaan  materi  melalui  memainkan peran-peran  yang nyata  dalam kehidupan secara berkelompok. Siswa dikenalkan pada situasi atau peranan tertentu dalam kehidupan, kemudian siswa membentuk kelompok partisipan, siswa bersama guru saling mengatur skenario bermain peran. Selanjutnya sebagian siswa bertugas sebagai pengamat untuk mengamati proses bermain peran yang dilakukan temannya. Selanjutnya siswa saling berdikusi dan mengevaluasi dengan konsep peranan dalam kehidupan nyata, dan saling berbagi pengalaman untuk mendapatkan kesimpulan.

 

Jurnal Refleksi Dwimingguan Modul 1.1 Filosofi Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Secara umum, jurnal adalah sebuah tulisan yang dibuat oleh orang-orang yang ahli dalam suatu bidang. Sementara itu, Dalam Kamus Besar Baha...